Wednesday 13 January 2016

UIN Malang ; Tesis Nilai-nilai Sufisme Jamaah Sholawat Wahidiyah,

http://lib.uin-malang.ac.id/?mod=th_detail&id=09750012
Nilai-Nilai Sufisme Dalam Jamaah Salawat Wahidiyah Di Kediri Dan Malang.
Penulis:Fatkhul WAHAB
Tahun:2011
Fakultas:Pasca Sarjana
Jurusan:S2 Studi Ilmu Agama Islam
Pembimbing:1) Dr. H. Roibin, M.Hi.  2) Prof. Dr. H. Tobroni, M.Si,.  
Kata Kunci:Nilai-nilai Sufisme, Salawat Wahidiyah

Saturday 9 January 2016

PEMUDA ZAMAN NABI SAW

Masa muda atau usia remaja adalah saat orang-orang mulai mengenal dan merasakan manisnya dunia. Pada fase ini, banyak pemuda lalai dan lupa, jauh sekali lintasan pikiran akan kematian ada di benak mereka. Apalagi bagi mereka orang-orang yang kaya, memiliki fasilitas hidup yang dijamin orang tua. Mobil yang bagus, uang saku yang cukup, tempat tinggal yang baik, dan kenikmatan lainnya, maka pemuda ini merasa bahwa ia adalah raja.
Di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada seorang pemuda yang kaya, berpenampilan rupawan, dan biasa dengan kenikmatan dunia. Ia adalah Mush’ab bin Umair. Ada yang menukilkan kesan pertama al-Barra bin Azib ketika pertama kali melihat Mush’ab bin Umair tiba di Madinah. Ia berkata,
رَجُلٌ لَمْ أَرَ مِثْلَهُ كَأَنَّهُ مِنْ رِجَالِ الجَنَّةِ
“Seorang laki-laki, yang aku belum pernah melihat orang semisal dirinya. Seolah-olah dia adalah laki-laki dari kalangan penduduk surga.”
Ia adalah di antara pemuda yang paling tampan dan kaya di Kota Mekah. Kemudian ketika Islam datang, ia jual dunianya dengan kekalnya kebahagiaan di akhirat.
Kelahiran dan Masa Pertumbuhannya
Mush’ab bin Umair dilahirkan di masa jahiliyah, empat belas tahun (atau lebih sedikit) setelah kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dilahirkan pada tahun 571 M (Mubarakfuri, 2007: 54), sehingga Mush’ab bin Umair dilahirkan pada tahun 585 M.
Ia merupakan pemuda kaya keturunan Quraisy; Mush’ab bin Umair bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abdud Dar bin Qushay bin Kilab al-Abdari al-Qurasyi.
Dalam Asad al-Ghabah, Imam Ibnul Atsir mengatakan, “Mush’ab adalah seorang pemuda yang tampan dan rapi penampilannya. Kedua orang tuanya sangat menyayanginya. Ibunya adalah seorang wanita yang sangat kaya. Sandal Mush’ab adalah sandal al-Hadrami, pakaiannya merupakan pakaian yang terbaik, dan dia adalah orang Mekah yang paling harum sehingga semerbak aroma parfumnya meninggalkan jejak di jalan yang ia lewati.” (al-Jabiri, 2014: 19).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا رَأَيْتُ بِمَكَّةَ أَحَدًا أَحْسَنَ لِمَّةً ، وَلا أَرَقَّ حُلَّةً ، وَلا أَنْعَمَ نِعْمَةً مِنْ مُصْعَبِ بْنِ عُمَيْرٍ
“Aku tidak pernah melihat seorang pun di Mekah yang lebih rapi rambutnya, paling bagus pakaiannya, dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari Mush’ab bin Umair.” (HR. Hakim).
Ibunya sangat memanjakannya, sampai-sampai saat ia tidur dihidangkan bejana makanan di dekatnya. Ketika ia terbangun dari tidur, maka hidangan makana sudah ada di hadapannya.
Demikianlah keadaan Mush’ab bin Umair. Seorang pemuda kaya yang mendapatkan banyak kenikmatan dunia. Kasih sayang ibunya, membuatnya tidak pernah merasakan kesulitan hidup dan kekurangan nikmat.
Menyambut Hidayah Islam
Orang-orang pertama yang menyambut dakwah Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah istri beliau Khadijah, sepupu beliau Ali bin Abi Thalib, dan anak angkat beliau Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhum. Kemudian diikuti oleh beberapa orang yang lain. Ketika intimidasi terhadap dakwah Islam yang baru saja muncul itu kian menguat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamberdakwah secara sembunyi-sembunyi di rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam radhiyallahu ‘anhu. Sebuah rumah yang berada di bukit Shafa, jauh dari pengawasan orang-orang kafir Quraisy.
Mush’ab bin Umair yang hidup di lingkungan jahiliyah; penyembah berhala, pecandu khamr, penggemar pesta dan nyanyian, Allah beri cahaya di hatinya, sehingga ia mampu membedakan manakah agama yang lurus dan mana agama yang menyimpang. Manakah ajaran seorang Nabi dan mana yang hanya warsisan nenek moyang semata. Dengan sendirinya ia bertekad dan menguatkan hati untuk memeluk Islam. Ia mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumah al-Arqam dan menyatakan keimanannya.
Kemudian Mush’ab menyembunyikan keislamannya sebagaimana sahabat yang lain, untuk menghindari intimidasi kafir Quraisy. Dalam keadaan sulit tersebut, ia tetap terus menghadiri majelis Rasulullah untuk menambah pengetahuannya tentang agama yang baru ia peluk. Hingga akhirnya ia menjadi salah seorang sahabat yang paling dalam ilmunya. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammengutusnya ke Madinah untuk berdakwah di sana.
Menjual Dunia Untuk Membeli Akhirat
Suatu hari Utsmani bin Thalhah melihat Mush’ab bin Umair sedang beribadah kepada Allah Ta’ala, maka ia pun melaporkan apa yang ia lihat kepada ibunda Mush’ab. Saat itulah periode sulit dalam kehidupan pemuda yang terbiasa dengan kenikmatan ini dimulai.
Mengetahui putra kesayangannya meninggalkan agama nenek moyang, ibu Mush’ab kecewa bukan kepalang. Ibunya mengancam bahwa ia tidak akan makan dan minum serta terus beridiri tanpa naungan, baik di siang yang terik atau di malam yang dingin, sampai Mush’ab meninggalkan agamanya. Saudara Mush’ab, Abu Aziz bin Umair, tidak tega mendengar apa yang akan dilakukan sang ibu. Lalu ia berujar, “Wahai ibu, biarkanlah ia. Sesungguhnya ia adalah seseorang yang terbiasa dengan kenikmatan. Kalau ia dibiarkan dalam keadaan lapar, pasti dia akan meninggalkan agamanya”. Mush’ab pun ditangkap oleh keluarganya dan dikurung di tempat mereka.
Hari demi hari, siksaan yang dialami Mush’ab kian bertambah. Tidak hanya diisolasi dari pergaulannya, Mush’ab juga mendapat siksaan secara fisik. Ibunya yang dulu sangat menyayanginya, kini tega melakukan penyiksaan terhadapnya. Warna kulitnya berubah karena luka-luka siksa yang menderanya. Tubuhnya yang dulu berisi, mulai terlihat mengurus.
Berubahlah kehidupan pemuda kaya raya itu. Tidak ada lagi fasilitas kelas satu yang ia nikmati. Pakaian, makanan, dan minumannya semuanya berubah. Ali bin Abi Thalib berkata, “Suatu hari, kami duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjid. Lalu muncullah Mush’ab bin Umair dengan mengenakan kain burdah yang kasar dan memiliki tambalan. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya, beliau pun menangis teringat akan kenikmatan yang ia dapatkan dahulu (sebelum memeluk Islam) dibandingkan dengan keadaannya sekarang…” (HR. Tirmidzi No. 2476).
Zubair bin al-Awwam mengatakan, “Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang duduk dengan para sahabatnya di Masjid Quba, lalu muncullah Mush’ab bin Umair dengan kain burdah (jenis kain yang kasar) yang tidak menutupi tubuhnya secara utuh. Orang-orang pun menunduk. Lalu ia mendekat dan mengucapkan salam. Mereka menjawab salamnya. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammemuji dan mengatakan hal yang baik-baik tentangnya. Dan beliau bersabda, “Sungguh aku melihat Mush’ab tatkala bersama kedua orang tuanya di Mekah. Keduanya memuliakan dia dan memberinya berbagai macam fasilitas dan kenikmatan. Tidak ada pemuda-pemuda Quraisy yang semisal dengan dirinya. Setelah itu, ia tinggalkan semua itu demi menggapai ridha Allah dan menolong Rasul-Nya…” (HR. Hakim No. 6640).
Saad bin Abi Waqqash radhiayallahu ‘anhu berkata, “Dahulu saat bersama orang tuanya, Mush’ab bin Umair adalah pemuda Mekah yang paling harum. Ketika ia mengalami apa yang kami alami (intimidasi), keadaannya pun berubah. Kulihat kulitnya pecah-pecah mengelupas dan ia merasa tertatih-taih karena hal itu sampai-sampai tidak mampu berjalan. Kami ulurkan busur-busur kami, lalu kami papah dia.” (Siyar Salafus Shaleh oleh Ismail Muhammad Ashbahani, Hal: 659).
Demikianlah perubahan keadaan Mush’ab ketika ia memeluk Islam. Ia mengalami penderitaan secara materi. Kenikmatan-kenikmatan materi yang biasa ia rasakan tidak lagi ia rasakan ketika memeluk Islam. Bahkan sampai ia tidak mendapatkan pakaian yang layak untuk dirinya. Ia juga mengalami penyiksaan secara fisik sehingga kulit-kulitnya mengelupas dan tubuhnya menderita. Penderitaan yang ia alami juga ditambah lagi dengan siksaan perasaan ketika ia melihat ibunya yang sangat ia cintai memotong rambutnya, tidak makan dan minum, kemudian berjemur di tengah teriknya matahari agar sang anak keluar dari agamanya. Semua yang ia alami tidak membuatnya goyah. Ia tetap teguh dengan keimanannya.
Peranan Mush’ab Dalam Islam
Mush’ab bin Umair adalah salah seorang sahabat nabi yang utama. Ia memiliki ilmu yang mendalam dan kecerdasan sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusnya untuk mendakwahi penduduk Yatsrib, Madinah.
Saat datang di Madinah, Mush’ab tinggal di tempat As’ad bin Zurarah. Di sana ia mengajrkan dan mendakwahkan Islam kepada penduduk negeri tersebut, termasuk tokoh utama di Madinah semisal Saad bin Muadz. Dalam waktu yang singkat, sebagian besar penduduk Madinah pun memeluk agama Allah ini. Hal ini menunjukkan –setelah taufik dari Allah- akan kedalaman ilmu Mush’ab bin Umair dan pemahamanannya yang bagus terhadap Alquran dan sunnah, baiknya cara penyampaiannya dan kecerdasannya dalam berargumentasi, serta jiwanya yang tenang dan tidak terburu-buru.
Hal tersebut sangat terlihat ketika Mush’ab berhadap dengan Saad bin Muadz. Setelah berhasil mengislamkan Usaid bin Hudair, Mush’ab berangkat menuju Saad bin Muadz. Mush’ab berkata kepada Saad, “Bagaimana kiranya kalau Anda duduk dan mendengar (apa yang hendak aku sampaikan)? Jika engkau ridha dengan apa yang aku ucapkan, maka terimalah. Seandainya engkau membencinya, maka aku akan pergi”. Saad menjawab, “Ya, yang demikian itu lebih bijak”. Mush’ab pun menjelaskan kepada Saad apa itu Islam, lalu membacakannya Alquran.
Saad memiliki kesan yang mendalam terhadap Mush’ab bin Umair radhiyallahu ‘anhu dan apa yang ia ucapkan. Kata Saad, “Demi Allah, dari wajahnya, sungguh kami telah mengetahui kemuliaan Islam sebelum ia berbicara tentang Islam, tentang kemuliaan dan kemudahannya”. Kemudian Saad berkata, “Apa yang harus kami perbuat jika kami hendak memeluk Islam?” “Mandilah, bersihkan pakaianmu, ucapkan dua kalimat syahadat, kemudian shalatlah dua rakaat”. Jawab Mush’ab. Saad pun melakukan apa yang diperintahkan Mush’ab.
Setelah itu, Saad berdiri dan berkata kepada kaumnya, “Wahai Bani Abdu Asyhal, apa yang kalian ketahui tentang kedudukanku di sisi kalian?” Mereka menjawab, “Engkau adalah pemuka kami, orang yang paling bagus pandangannya, dan paling lurus tabiatnya”.
Lalu Saad mengucapkan kalimat yang luar biasa, yang menunjukkan begitu besarnya wibawanya di sisi kaumnya dan begitu kuatnya pengaruhnya bagi mereka, Saad berkata, “Haram bagi laki-laki dan perempuan di antara kalian berbicara kepadaku sampai ia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya!”
Tidak sampai sore hari seluruh kaumnya pun beriman kecuali Ushairim.
Karena taufik dari Allah kemudian buah dakwah Mush’ab, Madinah pun menjadi tempat pilihan Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya hijrah. Dan kemudian kota itu dikenal dengan Kota Nabi Muhammad (Madinah an-Nabawiyah).
Wafatnya
Mush’ab bin Umair adalah pemegang bendera Islam di peperangan. Pada Perang Uhud, ia mendapat tugas serupa. Muhammad bin Syarahbil mengisahkan akhir hayat sahabat yang mulia ini. Ia berkata:
Mush’ab bin Umair radhiyallahu ‘anhu membawa bendera perang di medan Uhud. Lalu datang penunggang kudak dari pasukan musyrik yang bernama Ibnu Qumai-ah al-Laitsi (yang mengira bahwa Mush’ab adalah Rasulullah), lalu ia menebas tangan kanan Mush’ab dan terputuslah tangan kanannya. Lalu Mush’ab membaca ayat:
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۚ
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul.” (QS. Ali Imran: 144).
Bendera pun ia pegang dengan tangan kirinya. Lalu Ibnu Qumai-ah datang kembali dan menebas tangan kirinya hingga terputus. Mush’ab mendekap bendera tersebut di dadanya sambal membaca ayat yang sama:
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۚ
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul.” (QS. Ali Imran: 144).
Kemudian anak panah merobohkannya dan terjatuhlah bendera tersebut. Setelah Mush’ab gugur, Rasulullah menyerahkan bendera pasukan kepada Ali bin Abi Thalib (Ibnu Ishaq, Hal: 329).
Lalu Ibnu Qumai-ah kembali ke pasukan kafir Quraisy, ia berkata, “Aku telah membunuh Muhammad”.
Setelah perang usai, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memeriksa sahabat-sahabatnya yang gugur. Abu Hurairah mengisahkan, “Setelah Perang Uhud usai, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencari sahabat-sahabatnya yang gugur. Saat melihat jasad Mush’ab bin Umair yang syahid dengan keadaan yang menyedihkan, beliau berhenti, lalu mendoakan kebaikan untuknya. Kemudian beliau membaca ayat:
مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ ۖ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَىٰ نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ ۖ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya).” (QS. Al-Ahzab: 23).
Kemudian beliau mempersaksikan bahwa sahabat-sahabatnya yang gugur adalah syuhada di sisi Allah.
Setelah itu, beliau berkata kepada jasad Mush’ab, “Sungguh aku melihatmu ketika di Mekah, tidak ada seorang pun yang lebih baik pakaiannya dan rapi penampilannya daripada engkau. Dan sekarang rambutmu kusut dan (pakaianmu) kain burdah.”
Tak sehelai pun kain untuk kafan yang menutupi jasadnya kecuali sehelai burdah. Andainya ditaruh di atas kepalanya, terbukalah kedua kakinya. Sebaliknya, bila ditutupkan ke kakinya, terbukalah kepalanya. Sehingga Rasulullah bersabda, “Tutupkanlah kebagian kepalanya, dan kakinya tutupilah dengan rumput idkhir.”
Mush’ab wafat setelah 32 bulan hijrahnya Nabi ke Madinah. Saat itu usianya 40 tahun.
Para Sahabat Mengenang Mush’ab bin Umair
Di masa kemudian, setelah umat Islam jaya, Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu yang sedang dihidangkan makanan mengenang Mush’ab bin Umair. Ia berkata, “Mush’ab bin Umair telah wafat terbunuh, dan dia lebih baik dariku. Tidak ada kain yang menutupi jasadnya kecuali sehelai burdah”. (HR. Bukhari no. 1273). Abdurrahman bin Auf pun menangis dan tidak sanggup menyantap makanan yang dihidangkan.
Khabab berkata mengenang Mush’ab, “Ia terbunuh di Perang Uhud. Ia hanya meninggalkan pakaian wool bergaris-garis (untuk kafannya). Kalau kami tutupkan kain itu di kepalanya, maka kakinya terbuka. Jika kami tarik ke kakinya, maka kepalanya terbuka. Rasulullah pun memerintahkan kami agar menarik kain ke arah kepalanya dan menutupi kakinya dengan rumput idkhir…” (HR. Bukhari no.3897).
Penutup
Semoga Allah meridhai Mush’ab bin Umair dan menjadikannya teladan bagi pemuda-pemuda Islam. Mush’ab telah mengajarkan bahwa dunia ini tidak ada artinya dibanding dengan kehidupan akhirat. Ia tinggalkan semua kemewahan dunia ketika kemewahan dunia itu menghalanginya untuk mendapatkan ridha Allah.
Mush’ab juga merupakan seorang pemuda yang teladan dalam bersemangat menuntut ilmu, mengamlakannya, dan mendakwahkannya. Ia memiliki kecerdasan dalam memahami nash-nash syariat, pandai dalam menyampaikannya, dan kuat argumentasinya.
Sumber:
al-Jabiri, Adnan bin Sulaiman. 2014. Shirah ash-Shahabi al-Jali: Mush’ab bin Umair. Jeddah: Dar al-Waraq al-Tsaqafah
Mubarakfury, Shafiyurrahman. 2007. ar-Rahiq al-Makhtum. Qatar: Wizarah al-Awqaf wa asy-Syu-un al-Islamiyah

Monday 6 October 2014


Yang disebut dunia yaitu apa saja yang melupakan engkau dari Alloh itu dunia !. Sekalipun sembahyang jika engkau lupa pada Alloh, itu dunia namanya !

Friday 27 July 2012

sejenak Lebayy

jika memang waktu kita di dunia habis. aku ingin kau temani aku di surga nanti
 
Kalau aku hanya memiliki 3 detik untuk bernafas. Aku akan menggunakan 2 detik untuk mengatakan Aku Cinta Kamu.

Jika aku bertemu Jin dan di berikan 3 permintaan. Aku akan meminta kamu, kamu dan kamu

Kalau akun ini kutub utara, pasti aku akan mencair karena kehangatan cintamu.

Kata orang tak ada rotan akarpun jadi. Tetapi bagiku tidak ada kamu hiduppun aku tak sudi

Sayang kamu keturunan petani yah? Karena kamu telah menanam benih benih cinta dihatiku

Oh my god kalkulator aku rusak karena aku pakai untuk menghitung seberapa banyak cinta aku ke kamu

Aku rela di keluarin dari kelas. Lagian masa guru marahin aku gara gara aku bilang pusat tata surya itu kamu

Aku rela jadi gula asalkan kamu jadi semutnya

Boleh minta foto kamu.Aku mau tunjukin malaikat itu ada

Tadi malem aku telpon kamu. Tapi katanya kamu ngga ada. Aku seneng karena katanya kamu tidak ada di rumah karena kamu lagi ada di hati aku

MALU mu ko tempatkan Di MaNA


Dari Abu Hurairah radiyallohu anhu, ia berkata, saya pernah mendengar Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Semua umatku akan diampuni, kecuali orang yang terang-terangan berbuat dosa. Salah satu contohnya ialah seseorang yang melakukan suatu pekerjaan (buruk) dimalam yang ditutupi oleh Allah, tetapi kemudian pagi harinya ia justru mengatakan, ‘Semalam aku melakukan ini dan ini.’ Ketika tidur malam aibnya sudah ditutupi oleh Tuhannya, tetapi pagi hari ia justru membukanya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Budaya malu memang sudah tinggalkan oleh sebagian besar masyarakat kita, inilah faktor utama yang mengakibatkan orang orang sekarang tidak merasa canggung bahkan terang-terangan dalam berbuat bahkan juga menceritakan dosa dan kejahatan yang sudah diperbuatnya. Parahnya ada sebagian yang entah kenapa merasa bangga jika dosa yang diperbuatnya tersebut diketahui dan sisebut sebut oleh orang lain. 
 
Kehilangan rasa malu berarti kita juga sudah kehilangan salah satu cabang iman, ini sesuai dengan hadis nabi s.a.w yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim. Dari Abu Hurairah, dari Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Iman itu ada 60 lebih (atau 70 sekian) cabang. Iman yang paling utama adalah [ucapan] Laa ilaaha illalloh dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, sedangkan malu termasuk cabang dari iman.” (HR. Bukhori dan Muslim) 
Sekian semoga ini bisa menjadi bahan renungan kita bersama, untuk menjadi orang yang lebih baik lagi.

6 Wasiah Sayyidina Umar Bin Khattab

Berikut adalah 6 Wasiah Sayyidina Umar Bin Khattab kepada para shabatnya, semoga wasiat tersebut bisa menjadi bahan renungan kita juga untuk menjadi orang yang lebih baik lagi.

Pertama, bila kalian menemukan aib yang ada dalam diri seseorang, maka galilah aib yang ada dalam diri kalian sendiri, karena aib kalian belum tentu sedikit. 
Kedua, bila kalian ingin memusuhi seseorang atau sesuatu, maka musuhilah perut kalian, karena tidak ada musuh yang lebih berbahaya bagi kalian selain perut kalian sendiri. 
Ketiga, bila kalian ingin memuji, pujilah Allah SWT, karena tidak ada sesuatu yang lebih banyak memberi kepada kalian dan lebih santun serta lembut kepada kalian selain Dia. 
Keempat, bila ada yang ingin kalian tinggalkan, maka tinggalkanlah kesenangan dunia, sebab justru bila kalian tinggalkan kalian akan menjadi terpuji. 
Kelima, bila kalian ingin bersiap-siap untuk sesuatu, maka bersiaplah untuk mati, sebab bila kalian tidak menyiapkan bekal untuk mati kalian akan menderita, rugi dan penuh penyesalan. 
Keenam, bila kalian ingin menuntut sesuatu maka tuntutlah akhirat karena kalian tidak akan mendapatkannya kecuali dengan mencarinya." Itulah enam wasiat dari Sayyidina Umar bin Khattab yang patut kita renungkan dan ikuti

Wednesday 27 June 2012

Tuhan aku harus bagaimana???

         Apa pilihan kita sebenarnya, api atau roti? banyak hal yang telah di sabdakan dalam firmanNya, banyak fenomena kejadian yang merupakan bentuk kasih sayang Tuhan telah nampak di hadapan mata, antara sebuah kenikmatan dan kesengasaraan.
            
Maka koreksi setiap langkah adalah sesuatu yang sangat penting untuk mencapai kebahagiaan yang haqiqi, di tambah memang tipu daya syetan di zaman akhir ini semakin canggih dan sangat sulit di bedakan,,

Rasululloh pun berabad-abad yang lalu telah meng isyaratkan " Berpegang teguh pada Tali Agama alloh di zaman akhir adalah bagaikan memegang Bara Api" di pegang Api di lepas hancur lah kita

Dan sudah terbukti banyak dari umat yang tidak mampu dengan kondisi hal ini........
Maka hanya orang-orang yang selalu ingat kepada tuhan di waktu duduk,berbaring dan berdiri(dalam kondisi apapun) dan mengakuai atas ketidak mampuan dengan selalu merasa banyak dosa dan bertobat yang akan bisa membedakan bara api yang sesungguhnya....


Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfa'at bagi yang lainnya

DO’A BERSAMA

Mari !! Kami Mengajak Kepada Seluruh Umat Manusia Berbagai Bangsa Dan Dari Golongan Apa Saja Untuk Bersama-Sama Memohon Kepada Tuhan Yang Maha Esa Untuk Negeri Tercinta Masing-Masing, Keluarga Dan Umat Masyarakat Agar Memperoleh Ampunan, Anugrah, Berkah Dan Perbaikan Disegala Bidang.

Dengan Membaca :

Bismillahirrohmaanirrohiim

يَارَسُوْل الله ياسيدي x 100

YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH

( Duhai Pemimpin kami, Duhai Utusan Alloh )

Dilanjutkan membaca :

يَارَبَّنَا اللَّهُمَّ صَلِّ سَلِّمِ عَلَى مُحَمَّدٍ شَفِيْعِ الاُمَمِ

وَالآَلِ وَاجْعَلِ الاَنَامَ مُسْرِعِين بِالوَاحِدِيَّةِ لِرَبِّ الْعَالَمِين

يَارَبَّنَااغْفِرْيَسِّرِافْتَحْ وَاهْدِنَا قَرِّبْ وَاَلِّفْ بَيْنَنَا يَارَبَّنَ100 x

Yaa Robbanalloohumma Sholli Sallimi # ‘Alaa Muhammadin Syafii’il Umami,

Wal-Aali Waj-‘Alil Anaama Musri’iin # Bil-Waahidiyyati Lirobbil-‘Aalamiin

Yaa Robbanagh-Fir Yassair Iftah Wahdinaa # Qorrib Wa-Allif Bainanaa Yaa Robbanaa

artinya

Yaa Tuhan kami Yaa Alloh, limpahkanlah Sholawat dan Salam ¨ atas Kanjeng Nabi Muhammad pemberi Syafa’at ummat¨ dan atas keluarga Beliau, dan jadikanlah ummat manusia cepat-cepat lari,¨ lari kembali mengabdikan diri dan sadar kepada Tuhan Semesta alam,¨ Yaa Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami, permudahkanlah segala urusan kami, bukalah hati dan jalan kami, dan tunjukilah kami¨, pereratlah persaudaraan dan persatuan diantara kami, Yaa Tuhan kami.

Dilanjutkan membaca :

اَللَّهُم بَارِكْ فِيْمَاخَلَقْتَ وَهَذِهِ البَلْدَةْ يَاالله .100 x

ALLOOHUMMA BAARIK FIIMAA KHOLAQTA WAHAADZIHIL BALDAH YAA ALLOH ,

Yaa Alloh limpahkanlah berkah didalam segala makhluq yang engkau ciptakan,

dan didalam negri ini …..Yaa Alloh ,

NB : Sedikit uraian kalimat Yaa Sayyidii Yaa Rosulalloh ialah mencakup hubungan kepada Alloh SWT yang mengutus Beliau dan Rosululloh SAW sebagai utusan Alloh.

Disamping itu Beliau Rosululloh SAW sebagai Ar-Risalah yaitu Rohmatal lil Alamiin ( sebagai Rahmat seluruh alam ) / saluran dari Alloh SWT sebagai perlindungan,pemimpin rohani dan keselamatan yang mempunyai kandungan PENYERAHAN dan HARAPAN . PENYERAHAN disini dalam kalimat YAA SAYYIDII (Duhai Pemimpin kami) sebagaimana wahai guru kami berarti kita telah melingkarkan diri pada seorang guru demikian juga wahai pemimpin kami kita telah melingkarkan diri kepada Alloh sebagai pengutus dan Rosululloh SAW sebagai utusanNya. Adapun HARAPAN yaitu Berharap perlindungan, bimbingan rohani dan keselamatan. Dimana situasi dan kondisi kita yang begitu berat dan hebatnya oleh jeratan nafsu seakan-akan kita berada dalam kobaran api yang begitu membara sehingga tidak ada lagi harapan kecuali dengan kita memanggil-manggil seorang penolong untuk membebaskan kita keluar dari kobaran api tersebut. Maka kita memanggil-manggil Rosululloh SAW(sebagai utusan Alloh) untuk membebaskan kita dari kobaran nafsu yang akan membakar/merusak kita dalam pengabdian diri kepada Alloh SWT secara ikhlas semurni-murninya.

Tolonglah Aku

Tolonglah Aku
Jalan Ku Panjang dan berliku siapa yang menuntunku nanti